foto: ThinkstockJakarta, Risiko gangguan mental dan perkembangan otak bayi paling akurat jika dideteksi melalui skrining hormon. Namun secara kasat mata, beberapa perilaku selama proses tumbuh kembang bayi juga bisa dipakai untuk mendeteksi gangguan tersebut.
Dimulai sejak baru lahir, kondisi otak dikatakan relatif normal jika bayi tersebut langsung menangis. Jika tidak menangis, ada kemungkinan bayi tersebut kekurangan suplai oksigen di otaknya akibat berbagai hal yang bisa mempengaruhi perkembangan otak.
Kondisi lain yang perlu diwaspadai adalah kuning memanjang, atau penyakit kuning yang tidak sembuh hingga lebih dari 20 hari. Bayi yang mengalami kondisi seperti ini berisiko mengalami gangguan pada fungsi otak, sehingga membutuhkan intervensi pengobatan.
Bayi lahir prematur dengan berat badan di bawah 2.500 gram juga berisiko mengalami gangguan perkembangan otak. Tiap tahun, kondisi berat badan kurang diperkirakan terjadi pada 550 ribu bayi di Indonesia atau 11,5 persen dari 5 juta angka kelahiran dalam setahun.
"Perkembangan otak pada bayi baru lahir normalnya baru 42 persen, lalu pada usia sekitar 6 tahun sudah akan mencapai 98 persen. Kita menyebut 6 tahun pertama sebagai golden period sehingga harus dioptimalkan," ungkap Ketua Satgas Perlindungan Anak Ikatan Dokter Indonesia, Dr dr Tb Rachmat Sentika, SpA, MARS usai seminar Skrining Bayi Baru Lahir untuk Mencegah Keterbelakangan Mental di Hotel Twin Plaza, Jl Jend S Parman, Jakarta Pusat, Rabu (25/5/2011).
Dr Rachmat menambahkan, gangguan perkembangan otak pada bayi juga bisa dipengaruhi oleh kondisi hormon terutama tiroid. Kekurangan hormon tiroid memicu Hipotiroid Kongenital, yang jika terlambat mendapat pengobatan bisa mengakibatkan retardasi atau keterbelakangan mental.
Pemeriksaan hormon tiroid hingga saat ini belum diwajibkan oleh pemerintah, namun Dr Rachmat menilai skrining tersebut sangat penting untuk dilakukan. Hipotiroid Kongenital seringkali baru menampakkan gejala ketika sudah terlambat, yakni setelah bayi berusia 3 bulan.
Gejala Hipotiroid yang tidak tertangani antara lain sebagai berikut:
Lidah membesar (makroglosia) Sakit kuning berkepanjangan (lebih dari 20 hari) Pusar bodong (hernia umbilical) Berat badan dan tinggi badan kurang.
Lebih lanjut Dr Rachmat menambahkan, gangguan perkembangan otak yang bukan dipicu oleh Hipotiroid Kongenital bisa juga diamati dari beberapa indikator sebagai berikut.
1. Kemampuan motorik kasar
Normalnya bayi mulai bisa menegakkan leher di usia 3 bulan, duduk usia 6 bulan, berdiri usia 9 bulan dan berjalan usia 1 tahun. Jika bayi mengalami keterlambatan pada perkembagan kemampuan motorik kasar ini, perlu diwaspadai adanya gangguan pada otaknya.
2. Kemampuan motorik halus
Ditandai dengan gerakan memegang-megang bagian ujung pada telapak tangan di usia 3 bulan, perlahan-lahan mulai bisa memegang daerah yang lebih sempit yakni ujung jari. Kemampuan ini bisa dirangsang atau dipacu dengan Alat Permainan Edukatif (APE).
3. Kemampuan melihat
Bayi harus sudah bisa melihat pada usia 4 bulan. Cara memeriksanya dengan "Ci Luk Ba" yakni memberikan rangsang visual untuk mengajaknya bercanda. Jika bayi tidak memberikan respons tertentu misalnya tersenyum atau tertawa, maka kemungkinan ada gangguan pada otak bayi yang menghambat kemampuannya untuk melihat.
4. Kemampuan mendengar
Normalnya sejak usia 6 bulan dalam kandungan, bayi sudah punya kemampuan untuk mendengar. Karena itu saat bayi baru lahir, perlu dilakukan tes Refleks Moro yakni dengan menepukkan tangan di dekat telinga bayi. Jika bayi tidak menunjukkan refleks mengedipkan mata, perlu diwaspadai adanya gangguan pada perkembagan otaknya.
up/ir)
Redaksi: redaksi[at]detikhealth.com
Informasi pemasangan iklan
Ines - 7941177 ext.523
Elin - 7941177 ext.520
email : iklan@detikhealth.com
-
Wednesday, May 25, 2011
Tanda-tanda Otak Bayi Ada yang Tidak Beres
-
0 komentar:
Post a Comment