-
-

Saturday, November 05, 2011

Pengobatan HIV Lebih Dini Perpanjang Hidup Pasien HIV dengan TBC


(Foto: thinkstock)Jakarta, Pasien HIV (Human Immunodeficiency Virus) bisa dibilang bergelut dengan waktu, mengingat belum adanya obat yang dapat mengatasi penyakit tersebut. Ditambah lagi, banyak pasien HIV yang kemudian mengidap tubercolusis atau TB.

Namun ada kabar yang cukup menggembirakan, pengobatan Antiretroviral (ARV) dua minggu setelah pemberian obat anti-TB dapat meningkatkan kelangsungan hidup pasien sebesar 33 persen.

ARV adalah terapi obat anti retroviral yang mengkombinasikan beberapa jenis obat-obatan dan telah direkomendasikan untuk menangani pasien AIDS secara luas. Selama ini, masih ada perdebatan dalam komunitas medis mengenai pengobatan ARV dan anti-TB untuk pasien yang terinfeksi HIV dan TB.

Beberapa pihak menganjurkan agar menunda pengobatan ARV lebih dari 2 bulan setelah memulai pengobatan anti-TB. Alasannya adalah kemungkinan keracunan, pertimbangan kesulitan pasien menjalani dua pengobatan sekaligus yang mengharuskan pasien meminum tujuh butir pil setiap hari, serta risiko peradangan parah akibat penolakan sistem kekebalan tubuh akibat pengaruh ARV.

Namun penelitian ini mendukung pemberian ARV lebih awal untuk memulihkan fungsi kekebalan akibat efek pengobatan anti-TB. Untuk menekan sistem kekebalan tubuh pasien HIV yang terinfeksi TB, pemberian ARTVharus dimulai paling lambat dua minggu setelah terapi TB dimulai.

Tim peneliti juga sangat menyarankan agar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) harus lebih agresif merekomendasikan pengobatan untuk pasien.

Dalam pedomannya yang paling terakhir, WHO merekomendasikan bahwa pasien yang terinfeksi HIV dan TB dapat memulai ARV dalam waktu delapan minggu setelah memulai pengobatan anti-TB, namun bukti penelitian yang mendukung rekomendasi tersebut belum ada saat itu.

"Tuberkulosis menyerang lebih dari setengah juta orang penderita HIV di seluruh dunia setiap tahunnya. Ini adalah suatu tragedi, karena TB dapat disembuhkan jika diobati dengan benar, bahkan pada pasien HIV tingkat lanjut, terutama jika pasien juga menerima terapi anti-retroviral," kata Anne Goldfeld, MD, dari tim gabungan Immune Disease Institute (IDI), Program Pengobatan Selular dan Molekuler di Children's Hospital Boston, dan CAMELIA (Cambodian Early versus Late Introduction of Antiretrovirals).

Anne Goldfeld adalah seorang professor kedokteran dari Harvard Medical School sekaligus profesor imunologi dan penyakit menular dari Harvard School of Public Health, dan ikut mendirikan Komite Kesehatan Kamboja.

Peneliti telah merekrut 661 para pasien HIV yang terinfeksi TB dan memberikan pengobatan standar untuk TB, dan diikuti oleh pemberian ART dua minggu atau dua bulan kemudian.

Pada akhir penelitian, tingkat kelangsungan hidup pada kelompok yang mendapat ARV lebih dini 33 persen lebih besar dibandingkan pada kelompok yang mendapat ARV lebih lambat. Penelitian ini sendiri memakan waktu empat setengah tahun.

Dari semua peserta penelitian, hanya 12 orang yang tidak meneruskan tindak lanjut pengobatan, dan semua peserta hanya melewatkan kurang dari satu persen dari 8.955 kunjungan yang telah dijadwalkan.

"Ketika kami memulai penelitian, tidak ada infrastruktur yang mendukung untuk melakukan uji coba di Kamboja dan ARV baru saja diperkenalkan ke negara itu. Selama ini, HIV dan TB tidak diobati dengan cara terpadu," kata Goldfeld seperti dikutip dari Eurekalert.org, Selasa (25/10/2011).

"Selama penelitian, kami membantu mendirikan sebuah pusat penanganan HIV dan perawatan TB dan pusat pengobatan untuk anak dengan HIV. Kami juga menciptakan kerangka kerja nasional di Kamboja untuk mengobati pasien yang resistan terhadap obat TBC yang sekarang sedang direplikasi di Ethiopia," pungkasnya.


ir/ir)

email : sales[at]detik.com


detikhealth.com

-

0 komentar:

Post a Comment

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | fantastic sams coupons