Dr Iris Rengganis (detikHealth)Tidak semua dokter punya kesempatan untuk bergabung menjadi petugas kesehatan jemaah haji Indonesia. Tapi Dr Iris Rengganis, SpPD, K-AI, FINASIM termasuk beruntung, karena ia sudah 3 kali menjadi dokter haji. Untuk melayani pasien haji, Dr Iris punya tipsnya.
Menurut Dr Iris melayani pasien haji di Tanah Suci ada tantangan tersendiri. Kondisi fisik, aktivitas yang tinggi dan cuaca yang kadang tidak bersahabat membuat siapa pun yang sedang di Tanah Suci menjadi rentan sakit.
Tapi dari pengalamannya menjadi dokter haji di tahun 2000, 2002 dan 2007, Dr Iris jadi tahu bagaimana melayani pasien jemaah haji. Menurutnya hal yang paling penting adalah harus ikhlas dalam melayani pasien jemaah haji.
"Kuncinya adalah harus sabar dan ikhlas karena kita juga disana capek, jadi jangan sampai mengeluh. Meski capek tetap harus senyum, karena kita sebagai satu bangsa yang sedang ada di negara orang harus saling bantu membantu, dengan sabar dan ikhlas kita jadi bisa berbagi dan memahami perasaan orang lain," ujar Dr Iris saat ditemui detikHealth di Aula FKUI seperti ditulis Senin (19/9/2011).
Salah satu pengalaman yang paling mengesankan selama bertugas menjadi dokter haji adalah pada tahun 2002 di Madinah. Ketika itu ada salah satu jemaah haji Indonesia yang diketahui menderita TBC dan orang Arab sangat takut karena penyakit ini bisa menular. Karenanya pasien itu dikarantina dan hanya boleh keluar saat melakukan kegiatan haji yang penting saja setelahnya langsung dipulangkan.
"Disana ada gedung khusus untuk penyakit menular jadi dikarantina disitu, itu kasian sekali karena sebenarnya bisa dirawat di BPHI (Balai Pengobatan Haji Indonesia) tapi oleh pemerintah Arab Saudi tidak boleh," ungkap Dr Iris yang pernah menjadi Dokter Teladan Jakarta Selatan 1988.
Dr Iris mengingatkan bahwa cek kesehatan adalah hal yang sangat penting. Selain itu diperlukan kerjasama yang baik dengan dokter-dokter yang ada disana sehingga bisa saling bahu membahu.
Menurut Dr Iris penyakit yang umumnya paling banyak dikeluhkan jemaah haji adalah saluran napas seperti batuk dan flu. Menurutnya sampai ada istilah hanya unta saja yang tidak kena flu. Karenanya diperlukan penyuluhan seperti banyak minum air putih, kurangi yang manis- manis dan kalau perlu gunakan masker.
Perjalanan haji bagi Dr Iris yang baru menjadi mualaf pada tahun 1992 sangatlah panjang, ia terlahir dari orangtua yang berbeda agama. Hidayah yang didapatkannya pun tidak mudah, tapi melalui proses salah satunya dari sang suami yang kebetulan seorang muslim.
"Pertama kali ditawarkan untuk dokter di sana waktu saya kerja di RS Haji Jakarta, tapi waktu itu saya tidak siap karena saya belum siap memakai kerudung dan awalnya memang tidak pernah mau siap," ujar ibu yang memiliki 4 anak ini.
Ketika masa tugasnya di RS Haji selesai yaitu pada tahun 1997, ia harus kembali ke RSCM dan mengambil spesialis internis (penyakit dalam). Saat itu ia pun ditawarkan kembali untuk naik haji bahkan temannya sudah mengambilkan formulir untuknya.
"Tapi saat itu saya enggak masukin formulirnya karena saya masih merasa belum siap dan hal seperti itu kan tidak bisa dipaksa," ujar dokter berkacamata yang lahir di Jakarta, 29 Juni 1958 ini.
Dr Iris pun berusaha memperdalam pengetahuannya dengan mengikuti berbagai pengajian dan kajian-kajian, ia pun banyak mendapatkan pengetahuan dengan membaca.
Hingga akhirnya pada tahun 2000 ia merasa sekaranglah waktunya dan ia ingin mencoba. Hal ini karena sebelumnya ia sudah pernah melakukan umrah sehingga sudah ada bayangan bagaimana suasana di sana dan baru tergerak untuk naik haji.
Dr Iris naik haji melalui tugas dari RSCM sebagai dokter kloter Jakarta Utara untuk 450 jemaah haji selama 47 hari, kemudian tahun 2002 ia kembali menjadi Kepala Balai Pengobatan Haji Indonesia (BPHI) di Madinah selama 70 hari.
Lalu tahun 2007 saat Dr Iris tengah mentok atau mumet dengan penelitian S3, ia pun dapat tawaran untuk melakukan penelitian tentang imuno modulator selama 40 hari di Tanah Suci.
"Hal yang penting sebagai dokter haji adalah harus ikhlas melayani pasien, karena dengan ikhlas maka semua jalan akan menjadi lancar dan banyak hal-hal yang diberikan kemudahan," ujar Dr Iris.
Cita-cita Dokter Sejak Kecil
Menjadi dokter sudah menjadi cita-cita Dr Iris sejak masih kecil, kebetulan kedua orangtuanya memang dokter sehingga motivasinya semakin tergerak. Selain itu hasil psikotes saat SMA menunjukkan pekerjaan yang cocok untuknya adalah dokter, sehingga ia pun mencoba masuk kedokteran dan ternyata lulus.
Sedangkan ilmu alergi imunologi yang kini digelutinya merupakan dorongan dari sang ayah Prof Dr dr Karnen Garna Baratawidjaja SpPD KAI FAAAAI yang juga seorang internis alergi imunologi, sehingga Dr Iris pun mengikuti jejak beliau.
"Kepuasan saya cuma ada 1 yaitu ketika melihat pasien menjadi lebih baik, dalam arti ia bisa mengontrol penyakitnya karena penyakit alergi itu tidak bisa sembuh, tapi dengan edukasi, pengobatan dan terapi bisa membantu mengontrol penyakit tersebut," ungkap dokter yang pernah berpraktik di RS Haji Jakarta.
Dr Iris mengungkapkan penyakit yang biasa ditemuinya seperti asma pilek, eksim dan seputar alergi lainnya yang merupakan penyakit kronis. Ia berusaha memotivasi pasien supaya mengerti tentang penyakitnya sehingga pasien mau minum obat serta kontrol secara teratur, dan itu bukan hal yang mudah.
"Karenanya kalau saya melihat pasien bisa menjadi lebih baik, maka itu jadi kepuasan tersendiri bagi saya dibandingkan dengan uang yang kita terima," ujar dokter yang merupakan anak sulung dari 4 bersaudara ini.
BIODATA
Nama: Dr dr Iris Rengganis, SpPD, K-AI, FINASIM
Tempat Tanggal Lahir: Jakarta, 29 Juni 1958
Pendidikan
Kuliah S-1 Kedokteran FKUI (1977-1983)
Konsultan Alergi Imunologi di FKUI (1994-2000)
Gelar Doktor di bidang Biologi dari IPB pada Juli 2009
Pekerjaan
Staf pengajar di Departemen Ilmu Penyakit Dalam Divisi Alergi Imunologi Klinik, FKUI/RSCM.
Praktik
RSCM Departemen Penyakit Dalam Divisi Alergi Imunologi
Klinik alergi di Jl Sisingamangaraja
Poli alergi di RS Pondok Indah
Organisasi
Anggota Ikatan Dokter Indonesia (IDI)
American College of Alergy sthma and Immunology (ACAAI)
Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI)ver/ir) detikhealth.com
-
Thursday, September 22, 2011
Dr Iris Rengganis dan Tips Menjadi Dokter Haji
-
0 komentar:
Post a Comment